Pendidikan Anak dalam Keluarga



Pendidikan di sekolah bukan hanya memberikan kebutuhan kognisi semata, namun secara keseluruhan adalah terbentuknya individu yang memiliki kepribadian yang utuh, yang berakhlak mulia, kreatif dan mandiri, dengan kata lain terbentuknya individu yang memiliki keselarasan antara lahir dan batin. Pendidikan bukan saja pada jalur formal, namun juga dengan jalur informal dan nonformal. Pendidikan dalam keluarga juga tidak kalah pentingnya dari pendidikan pada jenjang pendidikan formal, seperti pendidikan yang dikenyam pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanaka-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga Perguruan Tinggi (PT) baik negeri maupun swasta. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama kali yang dikenal oleh individu (anak/peserta didik), interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak dengan berbagai nilai-nilai etika, moral, adat, kebiasaan, dan agama pada dasarnya merupakan pendidikan secara sederhana yang mudah dipahami oleh anak dan akan membekas hingga menjadi pola hidup bagi anak.

Pendidikan sangat erat dengan kata mendidik. Jika pendidikan merupakan tahap yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik, keluasan bahan pengajaran, dan tujuan pendidikan yang dicantumkan dalam kurikulum maka mendidik untuk memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, kepemimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Mendidik anak seharusnya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, kepemimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran agar anak berkembang secara optimal.

Pendidikan memiliki makna yang sama dengan paedagogie artinya pendidikan dan paedagogiek artinya ilmu pendidikan, kata-kata ini berasal dari bahasa Yunani. Mendidik ialah memimpin anak (Purwanto, 2002: 1). Konsep mendidik juga diterangkan oleh beberapa pakar diantaranya Hoogeveld (dalam Sadulloh, 2010: 3) menerangkan bahwa “mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggungjawab sendiri.” Selanjutnya Brojonegoro (dalam Sadulloh, 2010: 3) menerangkan “mendidik berarti memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.” Pengertian serupa juga diterangkan oleh Ki Hajar Dewantara (dalam Sadulloh, 2010: 3) “mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” Sehingga mendidik ini perlu sebuah pemimpin (orang tua) yang paham bagaimana memimpin anaknya untuk menjadi manusia yang utuh sesuai dengan tuntunan agama yang diyakini.

Pendidikan anak yang dimaksudkan ialah pendidikan anak yang berada pada tahapan perkembangan masa kanak-kanak awal berkisar (6-13) tahun. Pada masa ini anak menunjukkan sikap keras, “masa ini ditunjukkan dalam bentuk sikap keras kepala, melawan, tidak petuh dan berbuat antagonis” dijelaskan Hawadi (2004: 21). Namun pada masa ini juga anak mulai memperhatikan dunia luar, bermain dengan teman sebayanya dan mulai mengurangi ketergantungan pada orang tua, pola komunikasi yang dijalin dengan teman dapat menunjukkan kontrol emosi anak (Hawadi, 2004: 61-62).

Perkembangan anak perlu dipahami oleh orang tua. Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Maha Kuasa kepada setiap orang tua untuk menjaga, memelihara, menyayangi, mengasihi, dan mencintai yang tidak terpisahkan untuk memahami si buah hati. Orang tua mungkin dapat melakukan semua itu, jika orang tua memahami perkembangan anak setiap tahapan perkembangannya. Jika konsep perkembangan menerangkan bahwa adanya perubahan yang terjadi dalam diri anak yakni perubahan secara kualitatif, dalam Encyclopedia of Human Development (Salkind, 2006: 359) diterangkan “Development is systematic change over time. In humans, development is the sequence of physical and psychological changes that occurs as people age”. Artinya bahwa perubahan dalam perkembangan individu bersifat sistematis dan terjadi dari waktu ke waktu, perubahan yang terjadi pada fisik dan psikis akan ditemukan pada setiap individu.

Selanjutnya Abin Syamsuddin (dalam Nurihsan & Agustin, 2011: 4) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan bersifat meningkat dan meluas baik kuantitatif maupun kualitatif (prinsip progresif), didukung oleh pendapat Hurlock (dalam Nurihsan & Agustin, 2011: 5) bahwa “perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman”. Sehingga perubahan yang terjadi pada perkembangan individu ini bersifat progres meliputi mental dan psikis dari waktu ke waktu, progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman, sehingga perubahan yang terjadi pada perkembangan individu ini bersifat progres meliputi mental dan psikis dari waktu ke waktu.

Baca juga "Strategi Mendidik Anak"

Aspek perkembangan anak dapat dikembangkan dalam keluarga, karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Ketiga komponen ini saling berkaitan erat dalam peranannya. Keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun dengan dasar sistem interaksi yang kondusif sehingga pendidikan dapat berlangsung dengan baik (dalam Djamarah, 2004: 3).

Pengertian keluarga menurut Sadulloh dkk (2010: 187) jika dipandang dari sudut pedagogis merupakan “persekutuan hidup yang dijalani rasa kasih sayang diantara dua jenis manusia, yang bermaksud untuk menyempurnakan diri, terkandung juga kedudukan dan fungsi sebagai orang tua.” Maka dapat dikatakan keluarga jika memenuhi komponen ayah dan ibu, atau ayah, ibu, dan anak. Ayah sebagai kepala rumah tangga wajib menafkahi istri dan anak, istri memiliki tugas sebagai ibu rumah tangga berkewajiban mengurus urusan rumah dan merawat anak, sedangkan anak sendiri harus berbakti kepada kedua orang tuanya.

Jalinan ini yang dibangun dalam keluarga butuh intensitas yang cukup dalam berkomunikasi. Komunikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak” (dalam Djamarah, 2004: 1). Maka perkembangan anak dapat dikembangkan dengan kewajiban orang tua yang membesarkan, merawat, memimpin anak agar menjadi pribadi yang utuh.

Mendidik anak dalam keluarga memiliki manfaat besar bagi anak. Djamarah (2004:3) menerangkan bahwa “fungsi pendidikan dalam keluarga yaitu menumbuhkan potensi laten anak, sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan.” Fungsi keluarga sebagai tempat pencurahan kasih sayang orang tua terhadap anak akan sangat membantu tumbuh kembang anak yang berdampak pada kehidupannya jauh lebih baik, dan anak tidak akan mengalami stres. Lebih jelas tentang fungsi keluarga sebagaimana yang diterangkan oleh Soelaeman (dalam Sadulloh, dkk, 2010: 188- 192), menerangkan beberapa fungsi keluarga diantaranya uaitu: (a) fungsi edukasi; (b) fungsi sosialisasi; (c) fungsi proteksi (perlindungan); (d) fungsi afeksi (perasaan); (e) fungsi religius; (f) fungsi ekonomi; (g) fungsi rekreasi; dan (h) fungsi biologis. Fungsi-fungsi ini akan sangat berguna perkembangan dan pendidikan anak.

Stres pada anak terjadi dalam keluarga, orang tua harusnya mampu mengenal dan menyadari stres yang terjadi pada anak. Stres pada anak terwujud dalam bentuk perilaku dan dapat muncul sendiri-sendiri atau bersamaan seperti yang diterangkan oleh Tim Pustaka Familia (2006: 17) seperti (a) tidak mau sekolah, (b) konsentrasi menurun atau tidak konsentrasi sama sekali, (c) ketakutan yang berlebihan, (d) gangguan tidur, (e) keluhan fisik seperti sakit kepala, pusing, sesak nafas, (f) menarik diri dari keluarga dan teman, (g) peka, beberapa anak mudah marah jika stres, (h) muncul perilaku lekat yang berlebihan, tidak mau pisah dengan ibu dan susah menyesuaikan diri, dan (i) menghindari stimulus yang sama dengan stressor. Beberapa perilaku ini butuh dipahami oleh orang tua, memahami situasi dan kondisi anak begitu penting agar anak merasa diperhatikan dan merasa dicintai.

Mohamad Awal Lakadjo

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Gorontalo

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama

Facebook

Technology